Sejak akhir bulan Juli setiap pagi suhu udara kota Malang mencapai
16-18 ‘c bertahan hingga pukul 10.30 siang. Bahkan pagi ini aku batal menulis
sebab jari-jariku terlalu kaku kedinginan sampai-sampai membuat ku kesulitan
memencet tombol keyboard laptop. Aku berfikir sore hari suhu akan berubah dan
menajdi waktu yang tepat untuk menulis nyatanya hingga malam suhu itu tetap
saja dingin, orang malang bilang “adem e awet
pol”. Untungya hari ini aku tidak ada agenda berpergian jadi tidak masalah
kalau hari ini aku libur mandi LOL. Udara dingin seperti ini mengingatkanku
dengan kenangan masa kuliah ketika diklat di Batu dan ketika bangun saat dini
hari untuk melanjutkan projek TA. Kala itu hampir setiap weekend aku jarang
mengerjakan TA di rumah karena lebih sering mengerjakan di rumah sifa atau
bermalam di kampus. Lewat pukul 00.00 suhu udara sangat dingin seperti yang
sedang kurasakan saat ini, ku pikir suhu udara yang wajar terjadi saat
menjelang pergantian Malang ternyata di bulan Agustus ini tidak hanya tengah
malam suhu semacam itu terjadi.
Udara dingin kota Malang menjadi saksi kami kala itu rela memejamkan
mata hanya beberapa menit atau bahkan tidak sama sekali demi projek tugas akhir
dan gelar sarjana arsitektur yang kami impikan. Yang terekam jelas di otak ku hingga
saat ini adalah saat kami bermalam dan jam makan malam tiba disitu kami secara
otomatis bergegas mengumpulkan uang masing-masing untuk membeli nasi goreng
andalan yang ada di tepian jalan sekitar kampus kami, dua orang diantara kami
bertugas membeli makan malam itu dan makan malam bersama dimulai sembari
mengerjakan projek kami masing-masing. Aku terbilang paling lemah diantara
mereka kalau masalah begadang karena pukul 00.30 aku sudah sangat mengantuk
kalau pun di paksakan mentok sampai pukul 01.00 saja, jelas aku tidak
memekasakan kemampuan diri dan memilih tidur tapi alarm jam 3.30 subuh sudah ku
atur dan titip pesan ke Eben (ketua angkatan) untuk membangunkanku kala alarm
berbunyi tapi aku masih tertidur, “sentuh
dan bangunkannku hingga ku membuka mata” itu pesanku kesetiap teman yang ku
mintai tolong untuk membangunkanku sebab jika itu tidak di lakukan waktu tidur
pun bisa lewat hingga pukul 07.00 pagi dan bangun dari tidur pasti akan
menyeasal karena sudah melewatkan waktu kerja jam-jam. Untungnya aku di
bangunkan dan bangun sesaui alarm, sembari menungguh sholat subuh aku lanjut
mengerjakan, sekitar pukul 05.00 aku
selalu minta Eben untuk mengntarkanku ke mushola kampus yang posisinya ada di
bawah ruang TA kami dan kondisi ruangan masih gelap sekita jam itu, jelas aku
tidak berani sendiri LOL. Ada dua toilet dan tempat wudhu di area mushola. Aku
bergegas cepat-cepat mandi dan menyelesaikan sholat subuh supaya Eben tidak
terlalu lama menunggu, oh ya Eben ini sangat peduli ke semua teman yang ia
punya, salah satu bukti ia mau mengantar dan menungguku menyelesaikan kewajiban
sebagai muslim sedang dia non-muslim hal itu terjadi setiap kali aku bermalam
di kampus, sangat peduli dan menjunjung tinggi toleransi.
Pukul 06.00 pagi saat matahari mulai muncul dan suara burung mulai
terdengar beberapa dari mereka mulai tertidur dan hanya aku yang bertahan
sampai menjelang waktu dhuhur mereka terbangun dan aku pamit pulang. Yang
menjadi langganan bermalam di kampus ada Eben, Pace Anjas, Alex dan Praba. Tapi
yang paling sering di temui dosen saat beliau masuk ruangan hanya Eben dan
Praba itu sebabnya mereka mendapat julukan penghuni kampus. Kami bisa sesantai
itu untuk masalah waktu tidur karena kami bermalam saat hari sabtu sehingga di
hari minggu siang baru terbangun tidak menjadi masalah. 3 pria dan 1 wanita itu
anak kos yang hampir tidak pernah tidur di kos paling-paling pulang hanya untuk
sekedar mandi dan terpaksa tidur kalau sudah benar-benar rindu kasur. Kebiasan
mereka saat bermalam di kampus saat weekday
pastivmereka tidak tidur sampai siang hari karena kalau berlaku sistem tidur sama
seperti saat weekend dikhawatirkan
tiba-tiba dosen masuk ruangan dan
melihat kami tertidur pulas rasanya tidak etis.
Sudah menjadi tradisi setiap pagi secangkir kopi ada di atas meja
masing-masing dari mereka bahkan sampai detik ini aku hafal betul aroma seduhan
kopi itu dan aroma itu yang sangat ku rindukan. anehnya aku bukan penggila kopi
layaknya mahasiswa arsitektur yang katanya identik dengan kopi tapi sesekali
aku juga pernah menikmati secangkir kopi itu sebab tergoda dengan aromanya yang
nikmat. Ku harap sesegara mungkin kita akan bertemu dan bernostalgia sembari di
temani secangkir kopi lengkap dengan aroma yang ku rindukan itu.
.
.
Malang, 4 Ags 2018
No comments: